Monday, December 23, 2013

KAIDAH FIKIH KE 16 : Pembagian Sholat dilihat dari tatacara pelaksanaan sholat



KAIDAH FIKIH KE 16 : Pembagian Sholat dilihat dari tatacara pelaksanaan sholat

Pembagian sholat menurut tatacara pelaksanaannya ada lima bentuk, yaitu :
1.       Sholat yg ada berdiri, ruku, suju, duduknya
2.       Sholat yg hanya berdiri saja à sholat jenazah
3.       Sholat hanya sujud saja à sujud tilawah, dan sujud syukur . (tdk teranggap sbg sholat)
4.       Sholat yg mempunyai banyak ruku’ dan sujud à sholat gerhana
5.       Sholat yg mempunyai takbir tambahan à sholat ied, istisqo’



(Kitab alqowaid al kulliyyah wa dhowabit al fiqqiyyah- ibnul mibrod
Diringkas secara makna dari ceramah ustad Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi
Yg bergaris miring, catatan penting dan faedah adalah penjelasan dari ustad dzulqarnain.)

KAIDAH FIKIH 15 : Pembagian Sholat ada tiga



KAIDAH FIKIH KE 15 : Pembagian Sholat

Pembagian sholat ada tiga, yaitu :
1.       Sholat Wajib/fardhu ain
a.       Sholat Lima waktu.
b.      Sholat Jumat bagi laki2.

KAIDAH FIKIH KE 14 : Syarat2 Sholat ada 11



KAIDAH FIKIH KE 14 : Syarat2 wajib dan sahnya Sholat

Syarat wajibnya sholat ada lima yaitu :
1.       Muslim.
2.       Berakal.
3.       Baligh
4.       Tidak Haid
5.       Tidak Nifas

Sunday, December 22, 2013

Fikih Thoharoh : Salafy.or.id

http://salafy.or.id/blog/2012/09/27/tanya-jawab-seputar-wudhu-1/
di tulis oleh Ustadz Kharisman

Apakah Hukum Tasmiyah (Mengucapkan Bismillah) pada saat Berwudhu’?

Fikih Thoharoh : Mengapa tidak ada membasuh telinga pada sifat wudhu hadits bukhori-muslim

ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ بَاطِنِهِمَا بِالسَّبَّاحَتَيْنِ وَظَاهِرِهِمَا بِإِبْهَامَيْهِ
Kemudian Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam mengusap kepala dan kedua telinganya. Bagian dalam telinga dengan kedua jari telunjuk, sedangkan bagian dalam telinga dengan kedua ibu jari (H.R anNasaai dari Ibnu Abbas)

Fikih Thoharoh : Syaikh Yahya

PENGENALAN DASAR-DASAR TAUHID,
FIQIH DAN AQIDAH
UNTUK PARA PEMULA
Penulis:
ASY-SYAIKH AL-FAQIH AL-'ALLAMAH AL-MUHADDITS
Abu Abdirrahman Yahya bin Ali Al-Hajuriy
HAFIZHAHULLAH
Penerjemah:
Muhammad Al-Amin bin Nurdin Al-Amboniy
Abul 'Abbas Khidhir bin Aiyah Al-Limboriy
Al-Ulum As-Salafiyah

Fikih Thoharoh : Shohih Bukhori kitab Wudhu

Kitab Wudhu



Bab Ke-1: Apa-apa yang diwahyukan mengenai wudhu dan firman Allah, "Apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki." (al-Maa'idah: 6)

Abu Abdillah berkata, "Nabi saw. menjelaskan bahwa kewajiban wudhu itu sekali-sekali.[1] Beliau juga berwudhu dua kali-dua kali.[2] Tiga kali-tiga kali,[3] dan tidak lebih dari tiga kali.[4] Para ahli ilmu tidak menyukai berlebihan dalam berwudhu, dan melebihi apa yang dilakukan oleh Nabi saw."


Monday, December 16, 2013

Fikih Thoharoh : Bulughul Marom Kitab Thoharoh

1. Kitab Thaharah


Hadits ke-1
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda tentang (air) laut. "Laut itu airnya suci dan mensucikan, bangkainya pun halal." Dikeluarkan oleh Imam Empat dan Ibnu Syaibah. Lafadh hadits menurut riwayat Ibnu Syaibah dan dianggap shohih oleh oleh Ibnu Khuzaimah dan Tirmidzi. Malik, Syafi'i dan Ahmad juga meriwayatkannya.




Fikih Thoharoh : Arbain Nawawi hadits 23

Hadits Ke-23


Dari Abu Malik Al-Harits bin Ashim Al-Asy’ari radhiyallaahu ‘anhu, Dia berkata: Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Bersuci adalah separuh dari keimanan, ucapan ‘Alhamdulillah’ akan memenuhi timbangan, ‘subhanalloh walhamdulillah’ akan memenuhi ruangan langit dan bumi, sholat adalah cahaya, dan sedekah itu merupakan bukti, kesabaran itu merupakan sinar, dan Al Quran itu merupakan hujjah yang akan membela atau menuntutmu. Setiap jiwa manusia melakukan amal untuk menjual dirinya, maka sebagian mereka ada yang membebaskannya (dari siksa Alloh) dan sebagian lain ada yang menjerumuskannya (dalam siksa-Nya).” (HR Muslim)

Fikih Thoharoh : Shohih Muslim kitab Haid

Kitab Haid



1. Persentuhan dengan wanita haid di luar bagian antara pusar dan lutut
<![if !supportLists]>·         <![endif]>Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata:
Apabila salah seorang di antara kami sedang haid, Rasulullah saw. memerintahkan untuk memakai izaar (kain bawahan menutupi bagian tubuh dari pusar ke bawah), kemudian beliau menggaulinya (tanpa senggama). (Shahih Muslim No.440)
<![if !supportLists]>·         <![endif]>Hadis riwayat Maimunah ra., ia berkata:
Rasulullah saw. biasa menggauli (tanpa senggama) istri-istri beliau yang sedang haid dari luar izaar (kain bawahan menutupi bagian tubuh dari pusar ke bawah). (Shahih Muslim No.442)

Fikih Thoharoh : Shohih Muslim kitab Bersuci

Kitab Bersuci



1. Kewajiban bersuci ketika salat
<![if !supportLists]>·         <![endif]>Hadis riwayat Abu Hurairah ra.:
Dari Rasulullah saw. beliau bersabda: Salat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima apabila ia berhadas hingga ia berwudu. (Shahih Muslim No.330)

Fikih Thoharoh : Shohih Bukhori kitab Tayamum

Kitab Tayamum



Bab Ke-1: Firman Allah Ta'ala, "...lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu...." (al-Maa'idah: 6)

Fikih Thoharoh : Shohih Bukhori kitab Haid

Kitab Haid



Firman Allah ta'ala, "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, 'Haid itu adalah kotoran.' Oleh karena itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri." (al-Baqarah: 222)
 

Fikih Thoharoh : Shohih Bukhori kitab Mandi

Kitab Mandi



Firman Allah Ta'ala, "... dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air besar (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih): sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat Nya bagimu, supaya kamu bersyukur." (al-Maa'idah: 6)
 

Saturday, December 7, 2013

Fikih Thoharoh : Bab Istinja’ dan buang hajat



Bab Istinja’ dan buang hajat

1.       Etika masuk WC : disunnahkan masuk dgn mendahulukan kaki kiri, dan berdoa Bismillah dan atau  Allohumma inni audzubika min khubutsi wal khobaits.
2.       Etika keluar WC : mendahulukan yg kanan dan membaca doa guffroonaka.
3.       Etika duduk saat buang hajat : cara duduknya tidak dikhususkan dgn sesuatu, bertirai dgn tembok atau selainnya, menjauh dari keramaian ketika membuang hajat jk ditempat terbuka.
4.       Tempat yg dilarang untuk buang hajat : jalan, tempat berkumpul manusia, dibawah pohon berbuah, tempat berteduh, kamar mandi yg tidak ada saluran pembuangan air-tanah resapan, lubang binatang buas, masjid, air yg diam,
5.       Saat buang hajat dilarang menghadap atau membelakangi kiblat saat di tempat terbuka.
6.       Ketentuan penggunaan batu saat istijmar : batu atau yg semisal, bisa membersihkan tempat keluar najis, yg dipakai dzatnya suci, yg dipakai bisa menyerap air-tdk basah, benda yg tdk dilarang-kotoran-tulang, bukan yg dihormati dan dihargai, bagian tubuh hewan, hendaknya diusap dgn tiga kali usapan atau lebih, diganjilkan, boleh digunakan air setelahnya,

Fikih Thoharoh : Tanya Jawab Bejana Non Muslim, Bejana Emas, Bejana disamak

Oleh : Ustadz Kharisman
Penjelasan Bab
Bab ini akan menjelaskan tentang hukum-hukum terkait penggunaan bejana. Bejana yang dimaksud adalah segala bentuk media untuk menampung air atau makanan. Digunakan untuk bersuci atau makan dan minum, sehingga bejana bisa berupa timba, gayung, tempat air minum, piring, atau gelas, tempayan, dan semisalnya.
Apakah Hukum Menggunakan Bejana dari Emas dan Perak untuk Makan dan Minum?
Jawab : Hukumnya haram. Berdasar hadits:
لَا تَشْرَبُوا فِي آنِيَةِ الذَّهَبِ والْفِضَّةِ، وَلَا تَأْكُلُوا فِي صِحَافِهَا، فَإِنَّهَا لَهُمْ فِي الدُّنْيَا، وَلَكُمْ فِي الْآخِرَةِ
Janganlah kalian minum dengan bejana dari emas dan perak, dan jangan makan dengan bejana yang terbuat dari keduanya. Karena itu bagi mereka (orang kafir) di dunia, dan bagi kalian (wahai orang beriman) di akhirat (Muttafaqun ‘alaih).

Fikih Thoharoh : Bersalaman dengan Pemilik Anjing

Pertanyaan:
Afwan ana mau tanya. Bagaimana hukumnya jika kita bersalaman dengan pemilik anjing yang jelas-jelas suka menyentuh dan mengusap-ngusap anjingnya? Bagaimana pula jika pemilik anjing itu (kebetulan masih saudara dekat) menyentuh anak-anak ana? Bagaimana pula cara mensucikan pakaian jika dikhawatirkan terkena bekas anjing? Jazakallah khairan.
Jawaban:
Telah berjalan berbagai bentuk mu’amalah antara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam  dan para shahabatnya dengan orang-orang kafir –Yahudi, Nashrani, Kaum Musyrikin dan selainnya-, namun tidak pernah dinukil mereka berbersih lantaran menyentuh kaum kafir, bejana, makanan, maupun yang lainnya.
Bersamaan dengan itu, saya perlu terangkan bahwa bila najis anjing terlihat jelas pada orang yang ditanyakan, tentunya seorang muslim dan muslimah menjaga dirinya dari najis. Wallahu A’lam.

sumber : dzulqarnain.net

Fikih Thoharoh : Syarah Bulughul Maram bag.3

Syarah Bulughul Maram (bagian Ketiga), Al-Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ , فِي الْبَحْرِ : (( هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ , الْحِلُّ مَيْتَتَهُ )). أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ , وَابْنُ أَبِيْ شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ , وَصَحَّحَهُ ابْنُ خَزَيْمَةَ وَالتِّرْمِذِيُّ.
1. “Dari Abu Hurairah -radhiyallahu‘anhu- beliau berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa ’ala alihi wa sallam bersabda tentang laut : “ Dia (laut) adalah yang airnya mensucikan, (dan) halal bangkainya”. Dikeluarkan oleh Al-Arba’ah dan Ibnu Abi Syaibah dan lafazh (hadits) baginya dan dishohihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan At-Tirmidzy. Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- :
بَابُ الْمِيَاهِ
(Bab Tentang Air-air)
Syarah Bab artinya adalah pintu.
مِيَاهٌ (miyah) adalah kata jamak dari مَاءٌ (ma’un) yang asalnya adalah مُوْهٌ (muhun) makanya ketika dijamak ha’-nya dinampakkan. Jadi بَابُ الْمِيَاهِ artinya pintu yang bisa mengantar kepada hukum-hukum seputar air.
Lihat : Al-Majmu’ 1123, Al-I’lam 1270, Al-Mubdi’ 132, Subulus Salam 113, dan Nailul Author 123.

Fikih Thoharoh : Syarah Bulughul Marom Bag.1

Al Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi

Syarah Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam (bagian Pertama), Al Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi

Kata Pengantar Kitab “Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam” karya Imam Abul Fadhl Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqolany yang masyhur dengan nama Al-Hafizh Ibnu Hajar, merupakan kitab yang tidak asing lagi di kalangan para penuntut ilmu syariat.
Bobot dan kualitas kitab telah diakui oleh para ‘ulama setelah Al-Hafizh Ibnu Hajar.
Kata Pengantar Kitab “Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam” karya Imam Abul Fadhl Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqolany yang masyhur dengan nama Al-Hafizh Ibnu Hajar, merupakan kitab yang tidak asing lagi di kalangan para penuntut ilmu syariat. Bobot dan kualitas kitab telah diakui oleh para ‘ulama setelah Al-Hafizh Ibnu Hajar. Walaupun ringkas dan hanya memuat pokok-pokok hadits hukum tetapi kitab ini telah menjadi salah satu rujukan penting di zaman ini dimana para ‘ulama memberikan perhatian khusus dalam men-syarah dan menguraikan hukum-hukum fiqh yang terkandung di dalamnya.

Fikih Thoharoh : Syarah Bulughul Marom bag.2

Syarah Bulughul Maram - Kitab Thaharah (bagian Kedua ), Al Ustadz Dzulqarnain Bin Muhammad Sanusi

Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah- :
كِتَابُ الطَّهَارَةِ
( Kitab Thaharah )
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahullah-:
كِتَابُ الطَّهَارَةِ
( Kitab Thaharah )
Syarah:
Definisi Kitab
Berkata Ibnul Mulaqqin dalam ‘Al-I’lam bifawa`idi ‘umdatil ahkam 1135 “yang dimaksud dengan kitab (adalah) apa-apa yang mengumpulkan beberapa bab yang semuanya kembali pada satu pokok”. Lihat juga Nailul Author karya Asy-Syaukany 123.
Definisi Thaharah
Thaharah secara bahasa adalah berbersih dan bersuci dari kotoran-kotoran. Lihat Al-I’lam 1135, Nailul Author 123 dan Al-Mubdi’ Karya Ibnu Muflih 130. Adapun secara istilah, menurut Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, Thaharah digunakan dalam dua makna:
Pertama: Thaharah Maknawiyah, yaitu membersihkan hati dari kesyirikan dalam beribadah kepada Allah dan membersihkannya dari penipuan dan kedengkian kepada para hamba-hamba Allah yang beriman. Thaharah Maknawiyah inilah yang merupakan asal dalam thaharah dan Thaharah Maknawiyah lebih umum dari thaharah badan bahkan thaharah badan tidak mungkin terwujud selagi najis kesyirikan masih mengotori Thaharah Maknawiyah.

Fikih Thoharoh : Tanya jawab seputar najis

Hukum Najis Air kencing dan Tinja, Al-Ustadz Dzulqarnain

http://www.salaf.web.id/887/hukum-najis-air-kencing-dan-tinja-al-ustadz-dzulqarnain.htm

Pertanyaan:
Afwan Ustadz, ana mau bertanya beberapa masalah dan ana harap dijawab lengkap dengan dalil-dalilnya.
1. Di dalam kaidah fiqh disebutkan bahwa tinja dan kencing dari apa-apa yang tidak dimakan dagingnya adalah najis, apa saja yang termasuk di dalam apa-apa yang tidak dimakan dagingnya tersebut?
2. Apakah tinjanya onta najis?
3. Apakah anjing dimakan dagingnya?, mengapa? dan apakah tinjanya najis?
demikian pertanyaan ana ustadz, atas perhatian ustadz ana ucapkan Jaz a kumullahu Khairan .
Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Yusuf Abu Usamah
Kendari

Fikih Thoharoh : Bab Bejana




Bab Bejana(Aniyah)
1.       Seluruh bejana asalnya adalah boleh kecuali yang dilarang
2.       Bejana emas dan perak tdk boleh dipakai untuk makan dan minum serta bersuci.
3.       Semua yg bercampur dgn emas dan perak juga dilarang kecuali ada tempelan sedikit dari perak karena ada keperluan.
4.       Menggunakan emas dan perak untuk hiasan hukumnya silang pendapat dikalangan ulama, tp dgn tdk menggunakannya akan keluar dari silang pendapat
5.       Perak boleh digunakan untuk bejana dgn 4 syarat : untuk tambalan, tambalan sedikit, tambalan bukan emas, klo ada keperluan misal karena pecah sedikit.
(Diterjemahkan secara makna dari ceramah ustad dzulqarnain bin muhammad sunusi, kitab “Minhajul Qosidin” (Syaikh As s’di)

Friday, December 6, 2013

FIKIH THOHAROH : MASALAH MENGGABUNGKAN ANTARA MENGUSAP DAN TAYAMMUM DAN KAITANNYA DGN LUKA

Apakah harus menggabungkan antara mengusap dan tayammum?

Jawab :
Sebagian ulama ada yg berpendapat bahwa diwajibkan untuk menggabungkan antara keduanya sebagai bentuk kehati-hatian. Akan tetapi pendapat yg benar adalah tidak diwajibkan untuk menggabungkan antara keduanya (mengusap dan tayamum). Karena para ulama yang berpendapat akan wajibnya bertayammum tidak berpendapat wajib pula untuk mengusapnya. sedangkan para ulama yang berpendapat wajib mengusapnya, mereka tidak berpendapat wajib pula untuk bertayammum. Sehingga, pendapat yang mengatakan wajib menggabungkan antara keduanya adalah pendapat yang keluar dari kedua pendapat tersebut.
Selain itu, kewajiban untuk menggabungkan dua cara bersuci (mengusap dan tayammum) untuk satu anggota tubuh bertentangan dgn kaidah syariat Islam. Karena kita mengatakan, " wajib menyucikan anggota tubuh tersebut, baik dengan cara ini atau dgn cara itu". Adapun kewajiban untuk menyucikan anngota tubuh dgn dua cara bersuci tidak ada contohnya sama sekali dari syariat islam. Allah Ta'ala tidak pernah membebankan seorang hambaNya dgn dua bentuk ibadah yg penyebabnya sama.

Para ulama berpendapat bahwa sesungguhnya luka dan yang sejenisnya bisa jadi luka tersebut terbuka(tdk diperban) atau tertutup(diperban). Apabila luka tsb dlm keadaan terbuka, maka diwajibkan untuk mencucinya dgn air dan apabila tdk memungkinkan maka wajib diusap saja. Apabila tdk memungkinkan untuk mengusapnya maka wajib bertayammum.
Akan tetapi apabila luka tersebut dlm keadaan tertutup dhn menggunakan sesuatu yg diperbolehkan, maka yg diwajibkan hanyalah mengusapnya. Namun, apabila mebusapnya bisa membahayakan meskipun luka tsb dlm keadaan tertutup, maka harus beralih ke tayammum, seperti jika luka tsb dlm keadaan terbuka. Demikianlah yg dikatakan para ulama tentang masalah ini.

(Syaikh Muh. bin Sholih Al Utsaimin dlm syarh mumti', syarah zadul mustaqni, terjemahan darus sunnah)

FIKIH THOHAROH (matan abu syuja)

Terjemah Fiqih Kitab at-Taqrib Matan Abi Syuja (1) [KITAB THAHARAH]
By hadzafadlulloh on 5 Maret 2013
Secawan Kata
               
****
 Kitab Toharoh
Macam-Macam Air
Air yang boleh bersuci dengannya ada tujuh macam:
  1. Air Langit
  2. Air Laut
  3. Air Sumur
  4. Air (yang keluar dari) Mata Air
  5. Air Salju
  6. Air Es