Ilmu Ushul/kaidah

1. Pengenalan Seputar Manzhûmah Al-Qawâ`id
Al-Fiqhiyyah
2. Beberapa Pendahuluan Seputar Ilmu Al-
Qawâ`id Al-Fiqhiyyah
3. Pengenalan Seputar Penulis
4. Pendahuluan Penulis
5. Beberapa Manfaat Mempelajari Ilmu Al-
Qawâ`id Al-Fiqhiyyah
6. Metodologi Penulis dalam Penyusunan
Manzhûmah
7. Kaidah Pertama: Segala Perkara Bergantung
kepada Maksud dan Niatnya
8. Kaidah Kedua: Agama Dibangun pada
Pemetikan Kemashlahatan dan Pencegahan
terhadap Mafsadat
9. Kaidah Ketiga: Mendahulukan yang Paling
Bermashlahat di antara Berbagai Pilihan
Mashlahat
10. Kaidah Keempat: Memilih Mafsadat Terkecil
Bila Mesti Berhadapan dengan Sejumlah
Mafsadat
11. Kaidah Kelima: Kesulitan Mendatangkan
Kemudahan
12. Kaidah Keenam: Kewajiban Berdasarkan
Kemampuan
13. Kaidah Ketujuh: Hal Darurat Memperbolehkan
Perkara Terlarang
14. Kaidah Kedelapan: Melakukan Hal Terlarang
karena Darurat Hanya Diperbolehkan Sekadar
Keperluan
15. Kaidah Kesembilan: Hal yang Meyakinkan
Tidaklah Sirna karena SuatuKeraguan
16. Kaidah Kesepuluh: Hukum Asal Benda-Benda
adalah Suci
17. Kaidah Kesebelas: Hukum Asal Kehormatan dan
Daging adalah Haram
18. Kaidah Kedua Belas: Hukum Asal Kebiasaan
adalah Boleh
19. Kaidah Ketiga Belas: Hukum Asal Ibadah adalah
Haram
20. Kaidah Keempat Belas: Hukum Wasilah dan
Penyempurna Suatu Perkara Disesuaikan dengan
Maksudnya
21. Kaidah Kelima Belas: Ketidak sengajaan,
Keterpaksaan, dan Kelupaan Tanpa Perugian
Materi adalah Hal yang Dimaafkan
22. Kaidah Keenam Belas: Hal yang Tidak
Diperbolehkan Kadang Menjadi Boleh karena
Pengikutannya kepada Selainnya
23. Kaidah Ketujuh Belas: Kebiasaan adalah
Hukum yang Berlaku
24. Kaidah Kedelapan Belas: Sesuatu Menjadi
Haram Bila Disegerakan Sebelum Waktunya
25. Kaidah Kesembilan Belas: Larangan yang
mengacu kepada Dzat dan Syarat adalah
Bermakna Kerusakan Hal yang Dilarang
26. Kaidah Kedua Puluh: Sesuatu yang Dirusak,
Guna Menolak Gangguannya, Tidak Wajib
Diganti
27. Kaidah Kedua Puluh Satu: Alif dan Lam pada
Suatu Kalimat Memberi Makna Umum
28. Kaidah Kedua Puluh Dua: Sifat Nakirah pada
Konteks Larangan dan Nafian Memberi Makna
Umum
29. Kaidah Kedua Puluh Tiga: Mâ dan Man
Memberi Makna Umum
30. Kaidah Kedua Puluh Empat: Ism Mufrad yang
Disandarkan Memberi Makna Umum
31. Kaidah Kedua Puluh Lima: Kata Seluruhnya
Memberi Makna Umum
32. Kaidah Kedua Puluh Enam: Suatu Hukum
Berlaku Bila Syarat-Syaratnya Terpenuhi dan
Penghalang-Penghalangnya Hilang
33. Kaidah Kedua Puluh Tujuh: Pelaku Suatu
Hal yang Diperbolehkan Berhak Mendapatkan
Haknya
34. Kaidah Kedua Puluh Delapan: Suatu
Perintah Sebagiannya Tetap Dilaksanakan Bila
Keseluruhannya Tidak Mungkin Dilaksanakan
35. Kaidah Kedua Puluh Sembilan: Kerugian pada
Hal yang Diizinkan Tidak Harus Diganti
36. Kaidah Ketiga Puluh: Suatu Hukum Berlaku
Berdasarkan ‘Illah-Nya
37. Kaidah Ketiga Puluh Satu: Hukum Asal Suatu
Syarat adalah Kemestian, Kecuali pada Syarat
yang Batil
38. Kaidah Ketiga Puluh Dua: Dipersyariatkan
Mengundi Pada Hal yang Tidak Jelas
39. Kaidah Ketiga Puluh Tiga: Boleh Menggabung
Dua Amalan yang Sejenis
40. Kaidah Ketiga Puluh Empat: Hal yang Sibuk
Tidak Boleh Disibukkan
41. Kaidah Ketiga Puluh Lima: Orang yang
Melepaskan Suatu Tanggungan Harta Orang
Lain Boleh Rujuk Bila Telah Meniatkan
42. Kaidah Ketiga Puluh Enam: Adalah Sama,
Baik Hal yang Diharamkan Tidak Didekati
karena Tabiat Maupun karena Syariat
43. Penutup
Lembaran ini dibagikan secara gra!s, diterbitkan
oleh Pustaka As-Sunnah atas sumbangsih pemerha!
kebaikan. Semoga Allah melipatgandakan pahala
untuknya. Anda yang ingin informasi dapat
menghubungi 0853 4212 0022
----------------------
Lembaran ini dapat diunduh di
www.dzulqarnain.net



QAIDAH FIQHIYYAH DASAR
http://dzulqarnain.net/


QAIDAH FIQHIYYAH DASAR Agama Islam adalah agama Syariah artinya agama yang berdasarkan pada hukum dalam melaksanakan ibadahnya. Sumberhukum Islam diambil pertama dari Alkitab, kedua dari Al –Sunnah dan ketiga dari hasil Ijtihad. Hal ini seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits, saat Rasulullah bertanya pada seorang sahabta, Muadz , yaitu Berkata nabi Saw kepada Muadz ra. Ketika diutus ke Yaman. Bagaimana kamu memutuskan jika dihadapkan kepadamu satu keputusan? Ia menjawab, Aku akan memutuskan dengan Kitab Allah. Nabi berkata, bagaimana jika tidak kamu temukan dalam Kitab Allah? Ia menjawab aku akan putuskan dengan Sunnah rasulullah. Nabi berkata, Jika tidak kamu temukan dalam sunnah Rasulullah? Ia menjawab Aku akan berijtihad dengan pendapatku dan tidak akan menyia-nyiakan. Lalu Rasulullah menepuk dadanya dan berkata “ Segala puji bagi Allah yang telah mencocokan (pendapat) seorang utusan dengan Rasulullah terhadap apa yang Rasulullah rido’i. Ijtaihad sebagai sumberhukum yang ke tiga dapat didefinisikan :

Ijtihad ialah mencurahkan segala kemampuan untuk memperoleh hukum syara dengan jalan Istinbath ( mengambil kesimpulan / penelitian) dari Kitab dab Sunnah. Dan ijtihad sebagai sumberhukum yang ke tiga didasarkan kepada sebuah hadits nabi. Seseorang dapat berijtihad apabila dapat memenuhi syarat-syaratny adapun Syarat Ijtihad:! 1)Memahami Nash – nash al-kitab dan al-Sunnah 2).Memahami Ilmu – ilmu Bahasa Arab 3). Memahami Ilmu Ushul Fiqih. Orang yang berijtihad disebut mujtahid, dan mujtahid itu memiliki tingkatan-tingkatan, dan macam-macamnya yaitu 1). Mujtahid fi al-syar’i, 2) Mujtahid Muntashib, 3).Mujtahid fi al-Madzhab, 4) Mujtahid Murajjih 5) mujtahid Muwazin, 6)Mujtahis Muhafizl, 7). Mujtahid muqallid. Di dalam berijtihad seorang mujtahid hendaknya melakukan langkah-langkah. Adapun langkah-langkahnya, mengkaji dohir nash quran dan sunnah, lalu mafhumnya 2) mengkaji pekerjaan Nabi, 3) takrir nabi, 4) Ijma shahabat, 5) Qiyas Dan jika mendapat kesulitan 6) Tawakuf / berpegang pada asalnya Qaidah-qaidah Fiqhiyyah adalah qaidah yang dibuat oleh para ahli Ijtihad yang diistinbath dari Alquran atau hadits Rasul untuk memudahkan dalam berijtihad untuk menentukan sebuah keputusan hukum. Dan dalam kaitan ini qaidah itu sangatlah penting sebagai suatu rumus atau patokan dalam berijtihad.

KAIDAH FIQHIYYAH TENTANG “NIAT                                                                                               Siapa yang mengharapkan pahala dunia pasti kami akan memberinya dari dunia dan siapa yang mengharap pahala akhiraat kami akan memberinya dari padanya Sabda Nabi SAW : sesungguhnya amal itu tergantung kepada niat dan sesungguhnya seseorang tergantung apa yang ia niatkan
-
Siapa yang berutang ia berniat untuk membayarnya maka Allah akan membayarnya pada hari kiamat, dan siapa yang berutang ia berniat untuk tidak membayarnya kemudian ia meninggal maka Allah berfirman ‘Sesungguhnya aku akan mengambil hak hambaku kemudian diambil dari padanya (yang berutang) kebaikannya lalu di berikan pada kebaikan yang lain, jika ia tidak mempunyai kebaikan di ambil dari kejelekan yang lain lalu di bebankan kepadanya
-
Siapa yang datang ke tempat tidurnya ia berniat untuk shalat kepada Allah, kemudian matanya mengalahkan dia (tidur nyenyak) sampai pagi hari maka Allah
98
mencatat baginya apa yang ia niatkan sedangkan tidurnya merupakan sadaqah dari tuhannya. -
Niat orang mu’min lebih baik dari pada amalnya. R Al-Tabrani. Hikam : Niat tanpa amal lebih baik dari pada amal tanpa niat. Artinya : Urusan itu tergantung kepada maksudnya Contoh-contoh: 1. Wudhu, mandi, shalat, dan shaum dan yang lainya mesti ada niat.
2. Suatu pekerjaan yang halal bisa jadi haram karena niatnya. Seperti haramnya seorang bercampur dengan istrinya, karena ia berniat untuk zinah
3. Sesuatu yang mubah, bisa mendapat pahala karena niatnya, seperti makan, minum. 4. Memeras anggur haram tidaknya tergantung niat 5.Orang yang mengutangkan mengambil barang orang yang berutang, tergantung niatnya; apakan memperingatkan atau mencuri.
1. Kinayah ( sindiran) kata thalaq ‘ (khaliyah=bebas) tergantung niat.
Artinya : Dalam amal yang disyaratkan menyatakan / menghadapkan niat, maka kekeliruan pernyataannya membatalkan amal. Contoh-contoh;
1. Kesalahan dari shalat dhuhur kepada shalat ashar dan sebaliknya. Kalau shalat dhuhur niat shalat ashar maka tidak sah
2. Kesalahan dari kifarat dhihar kepada kifarat kothli
3. Kesalahan dari rawathib dhuhur kepada rawathib ashar
99
4. Kesalahan dari shalat idul fitri kepada shalat idul Adhha
5. Kesalahan dari shalat dua rakaat ihram kepada dua rakaat thawaf
6. Kesalahan dari shaum arafah kepada shaum asyura.
Apa yang disyaratkan menghadapkan niat secara jumlah dan tidak disyaratkan menentukannya secara rinci, jika ia menentukannya kemudia menyalahi maka menjadi madharat. Contoh-contoh ;
1. Seseorang berniat shalat mengikuti si zaed ternya si umar maka tidak sah mengikutinya, kareana ia tidak ada niat mengikuti kepada si umar. Dengan mengikuti kepada si Zaed dan ternya si Umar dengan tidak pakai niat. Maka dalam shalat berjamaah tidak disyaratkan menentukan Imam tapi hanya niat shalat berjamaah saja
2. Seseorang menyolatkan mayit kepada si Bakar ternyata si Khalid, atau berniat kepada perempuan ternyata laki-laki, maka tidak sah, maka dalam shalat mayit tidak disyaratkan menentukan mayitnya kecuali hanya niat shalat mayit saja.
3. Seseorang menshalatkan mayit. Maka dalam hal ini tidak perlu ditentukan jumlah mayitnya. Kalau ia menentukan jumlahnya 10 oarang misalnya ternyata lebih, Maka Ia harus mengulangi shalatnya secara keseluruhan karena di antara mereka ada yang belum di shalatkan, sementara mereka itu tidak jelas
4. Tidak perlu seseorang menetukan jumlah rakaat dalam shalat, kalau Ia niat shalat dhuhur lima rakaat atau tiga maka tidak sah
5. Seseorang menetukan zakat hartanya yang masih ghaib yang belum hadir di hadapannya. Maka tidak boleh.
Apa yang tidak disyaratkan menghadapkan niat secara jumlah dan tidak disyaratkan untuk merincinya, jika ia menentukannya dan menyalahi maka tidak menjadi madharat
100
Contoh-contoh :
1. Kesalahan dalam menentukan tempat shalat, maka kalau ia berniat shalat dhuhur di Mesir ternyata di Mekah maka tidak batal shalatnya karena niatnya masih ada, sedang menentukan tempat tidak ada hubungan dengan niat shalat
2. Kesalahan dalam menentukan waktu shalat, kalau niat shalat ashar hari kamis ternyata hari jumat maka tidak batal shalatnya
3. Kesalahan Imam menetukan orang yang shalat dibelakangnya, kalau berniat mengimami si Zaid ternyata si Umar maka tidak madharat karena tidak disyaratkan kepada Imam menentukan mamum dan tidak niat mengimami
Maksud –maksud lafadh tergantung kepada niat orang yang melafadhkan Contoh-contoh:
1. Kalau nama istrinya Thaliq dan nama hamba perempuannya Hurrah, lalu Ia berkata Wahai Thaliq atau Wahai Hurrah. Kalau ia bermaksud mentalaq atau membebaskan maka jatuh talaq dan bebas atau hanya bermaksud memanggil maka tidak jatuh talaq dan tidak bebas.
2. Kalau seseorang membaca dalam shalat bacaan Alquran, dan tidak bermaksud yang lain maka sah bacaannya. Dan jika bermaksud memberi pemahaman kepada yang lain maka batal. Dan jika memuthlakan, menurut pendapat yang sah maka jadi batal.
3. Jika seseorang mengkaitkan niat kepada kata ‘insyaAllah’, kalau ia bermaksud menggantungkan niatnya maka batal, jika tabaruk(mengharapkan berkah) maka tidak, jika ia memutlakan maka batal.
101

KAIDAH FIQHIYYAH TENTANG “SYAK
Apabila seorang dari kamu mendapatkan sesuatu dalam perutnya, lalu timbul kemusykilan apakah sesuatu itu keluar dari perut atau tidak, maka janganlah keluar dari masjid, sehingga ia mendengar sesuatu atau mencium baunya. Apabila seorang dari kamu meragukan shalatnya, lalu ia tidak mengetahui berapa raka’at yang telah ia kerjakan, tiga atau empat, maka hendaklan ia lempar yang diragukan, dan ia ambil yang ia yakin.                                                                                                                                                             KAIDAH-KAIDAH . Artinya: Keyakinan tidak dapat dihapus dengan keragu-raguan Contoh-contoh :
1. Siapa yang ragu dalam shalat apakah tiga rakaat atau empat, maka tentukan yang tiga karena itu yang diyakini.
2. Siapa yang yakin bersuci dan ragu dalam berhadats maka ia itu suci
3. Siapa yang yakin berhadats dan ragu dalam bersuci maka ia itu berhadats
Menurut pokok, memberlakukan keadaan semula atas keadaan yang sekarang
102
Contoh-contoh :
1. Siapa yang makan akhir malam dan ragu dalam terbitnya pajar, sah saumnya , karena pokonya tetap pada waktu malam
2. Siapa yang makan akhir siang tanpa ijtihad dan ragu dalam terbenamnya matahari batal saumnya karena pada pokoknya tetap pada waktu siang
3. Sepasang Suami istri dalam berumah tangga sudah cukup lama. Tiba-tiba istri menggugat tidak pernah disandangi dan di nafaqahi oleh suaminya. Gugatan itu di menangkan. Sebab menurut keadaan semula sebelum terjadi akad pernikahann kewajiban memberi sandang dan pangan tidak ada bagi sang laki-laki.
4. Suami istri bertengkar dalam hal tamkin, maka ucapan yang benar adalah ucapan suami karena tidak adanya kemampuan , maka tidak wajib nafaqah padanya karena nafaqah itu adanya kemampuan
5. Seseorang membeli air dan mengaku tidak bersih dan ingin mengembalikannya. Maka ucapan yang benar adalah ucapan penjual karena pada asalnya sucinya air
Pokok itu bebas tanggung jawab Contoh-contoh :
1. Terdakwa yang menolak angkat sumpah tidak dapat diterapkan hukuman. Karena menurut asalnya ia bebas dari tanggungan dan yang harus angkat sumpah ialah si pendakwa.
2. Jika seseorang menghadiahkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat memberikan gantinya dan kemudian mereka berdua bertengkar tentang ujud penggantiannya, maka yang dibenarkan adalah perkataan orang yang menerima hadiah. Sebab menurut asalnya ia bebas dari tanggungan memberikan gantinya.
103
3. Jika dua orang bertengkar tentang harga barang yang dirusaka, maka yang dimenangkan adalah orang yang merasa dirugikan. Sebab menurut asalnya ia tidak dibebani tanggungan tambahan.
Pokok setiap peristiwa penetapannya menurut masa yang terdekat dengan kejadian
Contoh-contoh:
1. Seseorang memukul perut yang hamil, kemudia lahir anak dalam keadaan hidup kemudian lewat waktunya tanpa ada sakit, kemudia anak itu mati . maka tidak ada tanggungjawab karena dhahirnya ia mati karena sebab yang lain dan itu yang lebih dekat pada kematian.
2. Seseorang membeli hamba sahaya kemudian ia sakit dan mata maka tidak boleh dikembalikan pada penjual, karena sakitnya bertambah maka terjadi kematian karena bertambahnya itu, karena itu yang lebih dekat waktunya pada kematian, dan tidak boleh menyandarkannya kepada yang semula.
3. Seseorang mendapatkan mani dan tidak merasa ihtilam, maka wajib mandi dan mengulangi shalat setelah tidurnya, karena itu waktu yang paling dekat padanya
4. Seseorang membukakan sangkar pintu burung, kemudian terbang seketika, maka tanggungjawab ia untuk mencari. Dan jika burung diam kemudian terbang maka ia tidak bertanggungjawab untuk mencari burung. Dan pendapat lain tanggungjawabnya karena terbukanya sangkar menentukan terbangnya burung.
KAIDAH FIQHIYYAH TENTANG „KERINGANAN‟
104
Allah menghendaki kelonggaran bagimu dan tidak menghendaki kesempitan bagimu. .
Sabda Nabi saw. Aku diutus dengan membawa agama yang penuh kecendrungan dan toleransi / kemurangan. Dari Ibnu Abbas, Nabi ditanya, Wahai Rasulullah agama mana yang paling dicintai Allah, ia berkata yang lurus lagi toleran. R.Thabrani Sebab-sebab timbulnya keringanan 1). bepergian, 2) sakit , 3) terpaksa, 4) lupa, 5) kebodohan, 6). kurang mampu, 7). kesukaran. Macam-macam keringanan 1). keringanan pengguguran, 2). keringanan pengurangan, 3). keringanan pengganti, 4). keringanan mendahulukan, 5). keringanan mengakhirkan, 6). keringanan kemurahan, 7). keringanan dengan perubahan.
KAIDAH FIQHIYYAH TENTANG‟ KESULITAN‟
105
.
Kesukaran itu menarik kemudahan Contoh-contoh:
1. Apabila sulit baginya shalat berdiri dalam shalat wajib boleh baginya duduk, demikian juga bila sulit duduk boleh berbaring
2. Apabila sulit menggunakan air, maka boleh baginya tayamum
3. Apabila sulit menghilangkan najis maka dimaafkan, seperti bekas najis yang sulit hilangnya
4. Berkata Imam Syafi’I: Apabila perempuan hilang dari walinya dalam safar kemudian diserahkan urusan itu kepada seorang laki-laki, maka boleh
5. Bijana yang dibuat campur najis boleh berwudhu padanya
Dan yang searti dengan kaidah di atas adalah kaidah : Sesuatu itu bila sempit menjadi luas
Sesuatu itu bila luas menjadi sempit
Contoh-contoh :
1. Sedikit amal (dalam shalat ketika terpaksa misalnya menggaruk karena gatal diperbolehkan, dan banyaknya amal ketika tidak perlu, maka tidak boleh
2. Apabila air berubah dengan warna lumut maka itu suci, adapun jika seseorang merubahnya maka itu tidak membersihkan
KAIDAH FIQHIYAH TENTANG”KEMADHARATAN”
106
Sungguh Allah itu tidak suka pada yang membuat kerusakan.
Kecuali orang yang dipaksa sedangkan hatinya tetap tenang dengan iman
Tidak ada bahaya dan tidak pula membahayakan. Artinya: Kemadharatan itu harus dilenyapkan
Contoh-contoh: 1).Pembeli boleh memilih barang karena adanya cacat 2).Boleh membatalkan pernikahan karena adanya aeb 3).Boleh perempuan memutuskan nikah karena suami menyulitkan 4).Dibolehkan membuat organisasi, kehakiman, beladiri, kishas dan garansi, untuk menghilangkan kemadharatan Kemadharatan tidak dapat hilang dengan kemadharatan Contoh-contoh: 1).Orang yang madharat tidak dapat memakan makanan yang madharat lain 2).Boleh tetap diam di atas orang yang luka, jika ia pindah akan mati yang lain 3).Jika uang logam masuk botol dan tidak bisa keluar kecuali dengan dipecahkan, maka ia memilih salah satunya.
107
Kemadharatan membolehkan yang terlarang Contoh-contoh 1).Boleh makan bangkai dan daging babi ketika terpaksa, dan minum khamer karena tersesak. 2).Boleh mengucapkan lafad kekufuran karena terpaksa. 3). Boleh mengambil harta yang punya utang karena tidak mau bayar. 4). Boleh makan apa yang diperlukan, karena makanan haram sudah menjadi umum. 5) Boleh menggali kuburan karena mayit belum dikapani. tidak ada haram karena darurat dan tidak ada makruh karena hajat / perlu. KAIDAH FIQHIYYAH TENTANG ”DLARURAT” Artinya: Apa yang diperbolehkan karena darurat, hendaklah diukur dengan Ukurannnya. Contoh:
1. Tidak boleh yang darurat makan yang diharamkan kecuali sekedar memenuhi rasa lapar.
2. Menegur orang dengan cara sindiran, dipandang cukup, dan tidak boleh pindah dengan cara yang lebih kasar. Dan jika cukup satu kali teguran, tidak boleh untuk yang ke dua kali
3. Seorang dokter bermaksud memeriksa orang sakit yang bukan muhrim, hendaklah menutupi semua auratnya, tidak membukanya, kecuali yang diperlukan
108
4. Tidak boleh mengawinkan orang gila lebih dari satu kali karena adanya hajat
Artinya: Hajat (keperluan) kadang menempati tempat darurat Contoh: 1. Diperbolehkan Ji’alah = menjanjikan upah atau hadiah kepada yang berjasa, karena diperlukan orang banyak
2. Diperbolehkan Hawalah = memindahkan kewajiban membayar utang kepada orang lain / bayar utang dengan utang, karena diperlukan
3. Boleh melihat perempuan yang bukan muhrim, karena khitbah atau mu’amalat
4. Boleh tengah sawah dan sewa sawah karena keperluan dalam kehidupan
KAIDAH FIQHIYYAH TENTANG „MAFSADAT‟ Apabila dua kerusakan saling berlawanan, maka harus dipelihaha yang lebih berat madharatnya dengan melaksanakan yang lebih ringan dari padanya. Contoh-contoh 1.Boleh membedah perut yang mati jika ada bayi yang diharapkan hidupnya. 2.Diperbolehkan dalam agama melakukan qishash, hudud dan menindas pemberontak / penodong di jalan 3.Boleh bagi yang terpaksa mengambil makanan orang lain dengan paksa. 4.Boleh memotong pohon orang lain jika diharapkan adanya udara yang berganti
109
5.Jika yang madharat mendapatkan daging binatang yang tidak disembelih, dan mendapatkan makanan yang tidak ada pemiliknya, maka yang paling sahih ia memakan daging itu dari pada memakan makanan tersebut. Karena makan daging yang tidak disembelih kebolehannya berdasarkan nash, sedangkan kebolehan mengambil makanan berdasarkan ijtihad. Apabila berlawanan antara kemashlahatan dan kemafsadatan, maka harus diperhatikan mana yang lebih kuat / rajih di antara keduanya. Contoh-contoh: 1.Tidak diperbolehkan minum khamer dan makan hasil judi. Karena kemafsadatannya lebih kuat / besar dari pada manfaatnya. Sesuai, al-baqarah:219 2.Berbohong sifat tercela dan berdosa (mafsadat). Tetapi jika bertujuan mendamaikan pertengkaran, maka diperbolehkan. Karena besar mashlahatnya. Menolak mafsadat didahulukan dari pada mengambil manfaat. Contoh-contoh: 1.Menjaga batal shaum diutamakan daripada berkumur dan menghiruf air ke hidung dengan baik, karena memperhatikan sunnatnya 2.Mencorok-corokan rambut dalam thaharah hukumnya sunnat, dan dibenci bagi yang berihram untuk menjaga dari jatuhnya rambut 3.Dibolehkan meninggalkan sebagian kewajiban karena sangat sulit, seperti berdiri waktu shalat karena sakit. . KAIDAH FIQHIYYAH TENTANG “ADAT

Perintahlan dengan ma’ruf dan berpalinglah dari orang-orang bodoh Uruf itu ialah sesuatu yang dipandang baik , diterima akal sehat. Adat sesuatu yang berulang-ulang tidak ada hubungan dengan akal. Di sini = Adat kebiasaan itu ditetapkan sebagi hukum Contoh-contoh: 1.Seseorang menjual sesuatu dan memutlakannya, maka ditetapkan atas yang biasa 2.Jual beli yang berlangsung biasa, sesuai dengan harga / nilai yang biasa, misalnya dg dirham 3.Masuk WC, dan makan jamuan karena bertamu, maka kembali pada kebiasaan, geratis dan tidaknya 4.Masa lamanya hed / nifas kembali pada kebiasaan 5.Memberi upah pada penjahit dan upah melukis, maka tentang benang dan cat lukis kembali pada kebiasaan, yaitu sudah termasuk di dalamnya.
setiap ketentuan yang dikeluarjan syara secara mutlak dan tidak ada pembatasan dalam syara dan dalam ketentuan bahasa, dikembalikan kepada Urf. Contoh-contoh:
1. Niat dalam shalat kembali pada urf tidak dijaharkan
2. Batas mesjid untuk shalat tahiyatul masjid, kembali pada urf
111
3. Jual beli dengan / mua’thah, yaitu jual beli dimana si pembeli menyerahkan uang kepada penjual sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya, tanpa ijab kabul karena harga barang tersebut sudah ma’lum.
Adat kebiasaan yang titerapkan dalam satu segi tidak dapat menempati tempat syarat Contoh-contoh: 1.Gadai di suatu tempat yang mengambil mafaat dari gadaian, Maka mengambil manfaat tidak termasul dalam syarat gadai 2.Jika disuatu tempat terjadi adat orang yang berutang menambah lebih dari utangnya, maka tambah itu tidak menduduki tempat syarat hutang. Cara itu terlarang, karena berubah kepada riba KAIDAH FIQHIYYAH „IJHTIHAD‟ Ijtihad Itu tidak batal karena ijtihad
Contoh-contoh: 1.Ijtihad Abu Bakar terhadap tawanan perang Badar dengan membayar tebusan. Lalu ada ijtihad Umar yang memutuskan agar mereka dibunuh, dengan dikuatkan wahyu al-Anfal : 67. Ijtihad Umar yang dijalankan dengan tidak membatalkan ijtihad abu Bakar
112
2.Ijtihad Umar tidak mendapat bagian karena terhabiskan, sementara dapat 1/3, ½ dan 1/6. Lalu pada bagian lain ijtihadnya berubah 1/3 itu bersama dengan 3.Berubah ijtihad dalam arah salat, tidak perlu mengulangi rakaat atas ijtihadnya yang pertama. 4.Seseorang mengkhulu istrinya 3 kali, lalu mengawini yang ke 4 kali, tanpa didahului nikah yang lain, karena ijtihadnya khulu itu bukan talaq. Lalu berubah ijtihadnya khulu itu sama dengan talaq. Pendapat Al-Gajali, Ia tidak perlu cerai jika hasil ijtihad hakim yang sah, baru cerai jika dari perubahan ijtihad hakim. Pendapat yang ke dua sebaiknya Ia cerai karena ada dalam haram. KAIDAH FIQHIYYAH TENTANG „AL-ITSAR‟ Berlombalah dalam kebaikan Mendahulukan orang lain dalam ibadah terlarang
Contoh-contoh 1.Itsar dalam shaf pertama, 2. Itsar dalam air thaharah dan menutupi aurat 3.Itsar dalam mencari pengganti da’wah. 4.Itsar dalam memenuhi hajat yang miskin dan yatim. Dan mereka mengutamakan (orang lain) dari diri mereka sendiri sekalipun mereka memerlukan
113
Itsar selain ibadah dituntut
Contoh-contoh: 1.Itsar dalam tempat tinggal 2.Itsar dalam pakean 3.Itsar dalam makanan 4. Itsar dalam mengambil sadaqah 5. Itsar dalam tijarah agar yang lain dapat laba QAIDAH FIQHIYYAH TENTANG „ KEBIJAKAN IMAM‟ Kamu sekalian adalah pemimpin dan kamuakan ditanya dari kepemimpinannya Tindakan pimimpin terhadap rakyat disesuaikan dengan kemaslahatan Contoh-contoh: 1.jika pemimpin membagikan zakat pada mustahiq, tidak boleh baginya mendahulukan salah satu dalam hal sama kebutuhannya. 2.Tidak boleh memilih Imam salat orang fasik, sekalipun orang salat dibelakannya dipandang sah, tapi itu dibenci. 3.tidak boleh mendahulukan harta baet Mal yang penting dari yang lebih penting 4.Tidak boleh mengangkat jabatan bagi yang tidak berprofesi dibidangnya 5.Tidak boleh memecat pekerja tanpa alasan yang sah 6.Tidak boleh wali menikahkan anak tanpa mempertimbangkan kafa’ah.
114
Tolaklah had dengan syubhat Hukum had gugur karena syubhat Macam syubhat: 1). Syubhat fi al-Fa’il, ( pada pelakunya ) 2) Syubhat fi mahal ( pada obyeknya, karena ada dua nash yang berbeda) 3). Syubhat fi Thariq ( pada prosedur , karena adanya perbedaan dalam penetapan hukum) Contoh-contoh : 1.Seorang tidak dijatuhi hukuman karena salah mengambil barang, yang diduga miliknya tanpa ada keraguan sedikitpun ( misalnya karena percis sama ), Syub, Fa’il 2.tidak dijatuhi had, mencuri harta anak. Karena Secara umum, dilarang, tapi ada nash lain, anak dan harta miliknya, adalah milik ayah. Syub. Fi mahal 3.Tidak dihukum had, mencampuri perempuan yang kawin mut’ah (Ibnu Abbas boleh – Jumhur tidak boleh), Kawin tanpa wali ( Abu Hanifah ,boleh – jumhur tidak), Kawin tanpa saksi ( Imam malik sah – jumhur tidak) karena diperselisihkan. Syub fi thariqah . QAIDAH FIQIYAH TENTANG „PENYEMPURNA WAJIB‟ Taqwalah kepada Allah dengan sebenarnya taqwa
115
Apa yang wajib tidak sempurna kecuali dengannya, maka Ia itu wajib pula Contoh-contoh: 1.Wajib mencuci sebagian leher dan kepala waktu mencuci muka 2.Wajib mencuci sebagian di atas sikut waktu mencuci sikut ,dan mencuci betis waktu mencuci kaki. 3.Wajib menutupi sebagian lutut, dan perut di atas pusar saat menutupi aurat bagi laki-laki. 4.Wajib menutupi sebagian wajah saat menutupi aurat bagi perempuan. QAIDAH FIQIYAH TENTANG „KELUAR DARI KHILAFIYAH‟ Siapa yang menjaga syubhat sungguh telah membersihkan agama dan harga dirinya Keluar dari perselisihan terpuji Contoh-contoh: 1.Imam Malik mewajibkan menggosok badan waktu Thaharah dan mengusap seluruh kepala. Jumhur ulama tidak mewajibkan. Maka menganggap bukan wajib, tapi pekerjaan yang disukai, itu sudah mencari jalan dari perselisihan Ulama 2.Menyukai mengkosor shalat dalam safar jarak 3 mil (84 km). Keluar dari Imam Abu Hanifah yang mewajibkan, dan yang lain tidak mewajibkan 3.Disukai tidak menghadap kiblat dan tidak membelakanginya dalam tempat tertutup. Keluar dari Imam al-Tsauri yang mewajibkan, dan yang lain tidak mewajibkan
116
4.Tidak menyukai shalat munfarid di belakang shaf. Keluar dari pendapat Imam Ahmad yang menganggap batal. 5.Tidak menyukai memisahkan diri dari Imam Shalat tanpa alasan. Keluar dari pendapat Imam Daud yang menyebutkan batalnya Syarat: 1.Tidak membuat/memperhatikan khilafiah yang lain 2. Tidak menyalahi sunnah, 3. Dikuatkan alasannya dengan dalil ( yang kuat ) QAIDAH FIQIYAH TENTANG „RUKHSHAH‟ DAN „AMAL‟ Barang siapa yang terpaksa dengan tidak mengharapkan dan tidak mengulangi maka tidak ada dosa atasnya Rukhshah tidak dapat dikaitkan dengan ma'siat Contoh-contoh 1.Tidak boleh karena safar, mengharapkan sesuatu, seperti; qashar, jama shalat dan buka shaum. 2.Tidak boleh karena safar, mengharapkan darurat sehingga Ia dapat makan daging babi 3.Menurut asal, tidak boleh beristinja dengan makanan . karena istinja dengan batu adalah rukhshah.
117
Rukhshah tidak dapat dikaitkan dengan syak/ ragu Contoh-contoh: 1.Wajib mencuci kaki bagi yang ragu-ragu bolehnya mengusap sepatu 2.Wajib shalat taam, / sempurna bagi yang ragu bolehnya qashar shalat
Pahalamu sebanding dengan kepayahanmu
Sesuatu yang banyak pekerjaan lebih banyak keutamaan Contoh-contoh 1.Memisah misahkan rakaat dalam witir lebih baik daripada menyambungkannya dalam satu salam, karena tambah niat, takbir, dan jumlah salam. 2.Shalat sunat duduk,separah ganjaran berdiri, dan berbaring separah shalat duduk 3.Menjalankan sendiri-sendiri dua macam ibadah lebih baik daripada menjalankan dengan merangkapnya.Misalnya melakukan haji Ifrad , lebih baik dari pada haji qiran Catatan:. Kaidah ini untuk umum, tidak berlaku jika ada dalil khusus 1.Shalat Dhuha 12 rakaat, tidak lebih baik dari 8 Karena 8 sering Nabi kerjakan. 2.Shalat witir 3 rakaat, lebih baik dari 5,7,9 karena haditsnya lebih kuat 3.Shalat berjamaah 1 x lebih baik dari 27 x shalat munfarid, karena ada dalil 4.Bersidekah semua daging kurban, tidak lebih baik, dari sidkahnya setelah diambil barang untuk mencicipi ( )
118
QAIDAH FIQIYAH TENTANG TENTANG „ KEMAMPUAN‟ Apa yang aku perintahkan kepada kamu lakukanlah sekemampuanmu Apa yang tidak dapat dikerjakan seluruhnya jangan ditinggalkan seluruhnya Contoh-contoh: 1.yang tidak dapat berbuat baik dengan 1 dinar dan mampu 1 dirham lakukanlah 2.Yang tidak dapat belajar atau mengajar semua cabang ilmu, jangan ditinggalkan seluruhnya. 3.Yang tidak mampu shalat malam 10 rakaat, dan mampu 4 rakaat, lakukanlah Dan yang semakna dengan kaidah ini Apa yang tidak dapat dilakukan seluruhnya, jangan ditinggalkan sebagiannnya Yang mudah tidak gugur karena ada yang susah
Contoh-contoh: 1.Jika putus sebagian jari, wajib cuci jari yang ada 2.Yang sanggup menutup sebagian auratnya, tidak gugur wajib shalatnya 3.Jika sulit melakukan ruku / sujud dengan sempurna, lakukan semampunya 4.Yang sanggup untuk seorang dalam zakat fitrah, lakukanlah 5.Yang sanggup membaca sebagian surat al-fatihah dalam shalat, lakukanlah
119
6.Yang telah nisab zakat, sebagian ada padanya dan sebagian lain ada pada yang lain / gaib, lakukan apa yang ada 7.Berkata Imam Syafi,i: yang bisu harus menggerakan lidahnya sebagai pengganti dari bacaannya. Seperti isyarat bagi ruku dan sujud 8.yang luka pantang kena air, wajib mencuci yang tidak luka dan mengusap yang luka KAIDAH FIQHIYAH „KASAB DARI YANG HARAM‟ Hendaklah ada diantara kamu satu umat yang mengajak pada kebaikan dan menyuruh pada ma’ruf dan melarang pada munkar Apa yang haram melakukan haram pula mencarinya Contoh-contoh: 1.Haramnya riba, haram pula mencari harta dengan cara riba 2.Haram zina , haram pula pemberian / pembayaran hasil zina 3.Haram dukun, haram mencari upan untuk dukun 4.Haram Suap, haram mencari uang untuk suap
Apa yang haram mengambilnya haram pula memberikannya
120
Contoh-contoh: 1.Haram mengambil hasil riba, haram pula memberikannya 2.Haram mengambil hadil zina, haram pula memberikannya 3.Haram mengambil hasil dukun, haram pula memberikannya 4.Haram mengambil hasil suap, haram pula memberikannya.                                                                                      QAIDAH FIQIYAH TENTANG KEBAIKAN KONTINU Dan kami menuliskan apa yang tgelah mereka kerjakan dan bekas bekas yang mereke tinggalkan
Kebaikan yang berkelanjutan lebih utama dari kebaikan yang pendek Contoh-contoh 1.Mengajar Ilmu lebih baik daripada shalat sunat 2.Melakukan fardu kifayah lebih baik dari fardu ‘Ain karena menghilangkan kesulitan bagi umat 3.Imam Al-Suyhuti menyebutkan 10 amal yang mengalir setelah mati :1-Ilmu yang disebarkan, 2.Do’a anak, 3. menanam kurma, 4.shadaqah Jariah, 5.mewaristkan kitab, 6.ikatan baik dengan tempat perbatasan musuh, 7.bikin sumur,/ bikin sungai,8.membuat tempat berdzikir, 9.membuat tempat berlindung, 10, mengajarkan Alquran. (rangkuman dari hadits-hadits ).
121
QAIDAH FIQIYAH TENTANG „RIDHA‟ Ridha terhadap sesuatu ridha terhadap apa yang dilahirkan daripadanya Contoh-contoh
1. Ridhanya suami istri karena aieb, kemudian bertambah, maka tidak boleh memilih pada yang lebih baik yang tidak aieb
2. Izinnya orang yang meminjamkan kepada yang meminjam untuk memukul hambanya yang dipinjamkan, kemudian binasa karena pukulan, maka tidak ada tanggungjawab karena lahirnya binasa itu dari hasil izinnya
3. Seseorang berkata potonglah tanganku lalu dilakukan dan terputus, maka tidak ada tanggunjawab.
4. Memakai wangi-wangian sebelum ihram lalu berjalan ke tempat lain setelah berpakaian ihram, maka tidak ada fidyah padanya
5. Tempat meper maka dimaafkan, kalau mengalir pada tempat lain,maka pada pokoknya dimaafkan
6. Kalau air berkumur melewati atau air menghirup ke dalam hidung melewati tenggorokan, maka menurut pendapat yang sah tidak batal puasanya, karena itu lahir dari ridhanya
QAIDAH FIQIYAH TENTANG HUKUM
Hukum itu berputar beserta illahnya ada atau tidak adanya
122
Contoh-contoh
1. Haramnya hamer karena mabuknya, maka ketika tidak ada sifat mabuknya maka menjadi halal seperti hamer dibuat cuka
2. Masuk rumah yang lain atau memakai pakaiannya maka haram karena tidak ada ridha, maka apabila diketahui ridhanya menjadi boleh
3. Haramnya makan racun karena membinasakan, maka apabila hilang yang membinasakannya menjadi boleh, seperti dibuat obat.
Nabi bersabda halal itu apa yang dihalalkan Allah dalam Kitabnya, dan haram itu apa yang diharamkan Allah dalam Kitabnya, dan apa yang Ia diamkan maka itu dari yang dimaafkan.

 QAIDAH FIQIYAH TENTANG „IBAHAH‟ Asal dalam segala sesuatu itu boleh Contoh-contoh: 1. Segala macam binatang yang sukar untuk ditentukan keharamannya lantaran tidak didapatkan sipat-sipat dan ciri-ciri yang dapat diklasifikasikan kepada binatang haram adalah halal dimakan. 2. Binatang jerapah adalah binatang yang halal dimakan, karena tidak memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri yang mengharamkannya.
123

DAFTAR PUSTAKA Abdul Hamid Hakim, Mubadi Awalliyah, Maktabah Sa’adiyah Puttra Jakarta, 1929 Abdul Hamid Hakim, As-Sulam, Maktabah Sa’adiyah Puttra Jakarta, 1929 Mukhtar Yahya, Dasar-dasar Pembinaan Hukum Fiqih Islam, Al-Ma’arif,1986 Abdul Mujib, Al-Qowa’-Idul Fiqhiyyah, Nur Cahaya, Yogyakarta, 1984 Utsman M, Qaidah-qaidah Ushuliyah dan Fiqhiyyah, Raja Grafindo Persada 1996

No comments: