Saturday, December 7, 2013

Fikih Thoharoh : Tanya jawab seputar najis

Hukum Najis Air kencing dan Tinja, Al-Ustadz Dzulqarnain

http://www.salaf.web.id/887/hukum-najis-air-kencing-dan-tinja-al-ustadz-dzulqarnain.htm

Pertanyaan:
Afwan Ustadz, ana mau bertanya beberapa masalah dan ana harap dijawab lengkap dengan dalil-dalilnya.
1. Di dalam kaidah fiqh disebutkan bahwa tinja dan kencing dari apa-apa yang tidak dimakan dagingnya adalah najis, apa saja yang termasuk di dalam apa-apa yang tidak dimakan dagingnya tersebut?
2. Apakah tinjanya onta najis?
3. Apakah anjing dimakan dagingnya?, mengapa? dan apakah tinjanya najis?
demikian pertanyaan ana ustadz, atas perhatian ustadz ana ucapkan Jaz a kumullahu Khairan .
Wassalamu ‘alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Yusuf Abu Usamah
Kendari


Jawab :
Pertanyaan antum kami jawab secara berurut sebagai berikut :
Pertama : Perlu diketahui bahwa kadang seorang ‘alim, dalam suatu permasalahan, ia menyimpulkan kuatnya salah satu pendapat di dalam permasalahan tersebut, kemudian ia pun membuat suatu kaidah berdasarkan pendapat yang rojih (kuat) menurutnya. Dan kadang kalau kita teliti, ternyata ada perbedaan pendapat yang sangat masyhur dalam permasalahan tersebut, maka demikian pula halnya dengan kaidah yang antum sebutkan ini bahwa tinja dan kencing dari apa-apa yang tidak dimakan dagingnya adalah najis, juga merupakan salah satu jenis masalah yang diterangkan di atas dan ternyata pendapat yang rojih dalam permasalahan ini justru bertolak belakang dengan apa yang tersebut dalam kaidah yang disebutkan.
Penjelasannya adalah sebagai berikut :
Para ‘ulama sepakat bahwa tinja dan kencing manusia adalah najis dan dalil tentang najisnya tinja dan kencing manusia ini sangat banyak sekali.
Kami akan sebutkan dua dalil yang menunjukkan hal tersebut. Dalil pertama menunjukkan najisnya tinja manusia dan dalil kedua menunjukkan najisnya kencing manusia.
Pertama : Hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu beliau berkata sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam bersabda :

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ المَسْجِدَ فَلْيُقَلِّبْ نَعْلَيْهِ وَلْيَنْظُرْ فِيْهَا فَإِنْ رَأَى خَبَثاً فَلْيَمْسَحْهُ بِالْأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيْهَا

“Apabila salah seorang dari kalian datang ke mesjid, maka hendaklah ia membalik sandalnya lalu melihatnya, bila ada kotoran maka hendaknya ia gosokkan ke bumi, lalu ia shalat memakai sandalnya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu D a ud dengan sanad yang shohih di atas syarat Bukh a ry-Muslim dan dishohihkan oleh Syaikh Muqbil bin H a di Al-W a di’iy dalam Al-J a mi’ Ash-Shohih Mimma Laisa Fii Ash-Shoh i hain 2/26-27.
Sisi pendalilan dari hadits ini adalah bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam memerintahkan supaya mensucikan sandal dari kotoran manusia ini dengan cara digosokkan di bumi. Ini menunjukkan bahwa kotoran manusia adalah najis dan salah satu cara mensucikannya adalah dengan menggosokkannya ke bumi sampai hilangnya najis itu.
Dalil Kedua : Hadits Abu Hurairah riwayat Bukh a ry-Muslim dan hadits Anas riwayat Muslim tentang kisah A’r o by (orang pedalaman) yang kencing di mesjid kemudian Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam memerintahkan para shahabat untuk mengambil satu timba besar berisi air lalu menuangkannya di atas kencing A’r o by tersebut.
Sisi pendalilan dari hadits ini adalah bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam memerintahkan supaya menuangkan air di atas kencing tersebut untuk mensucikan tempat itu. Ini menunjukkan bahwa kencing manusia adalah najis.
Maka dari dua dalil di atas bisa disimpulkan najisnya tinja dan kencing manusia.
Adapun tinja dan kencing selain manusia, maka para ulama bersilang pendapat dalam masalah ini. Tapi ada kaidah dikalangan para ulama yang berbunyi : “Asal dari segala sesuatu adalah suci, sampai jelas adanya dalil yang menunjukkan kenajisannya”.
Maka mari kita melihat adanya atau tidak adanya dalil yang menunjukkan najisnya tinja dan kencing selain manusia.
Adapun tentang tinja maka ada beberapa hadits.
Kesatu : Hadits Salm a n Al F a risy radhiyallahu ‘anhu riwayat Imam Muslim, beliau berkata :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ الْإِسْتِجْمَارِ بِاَقَلِّ مِنْ ثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ وَعَنِ الْإِسْتِنْجَاءِ بِرَجِيْعٍ أَوْ عَظَمٍ
“Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam melarang Istijm a r (bersuci dengan menggunakan batu) kurang dari tiga batu dan (melarang) istinj a ` (bersuci) dengan menggunakan roj i ‘ (kotoran) atau tulang”.
Roj i ‘ dalam hadits ini walaupun bermakna kotoran hewan secara umum, tapi yang diinginkan adalah kotoran hewan tertentu yang dijelaskan dalam hadits kedua berikut ini.
Kedua : Hadits ‘Abdullah bin Mas’ u d radhiyallahu ‘anhu riwayat Bukh a ry :
أَتَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ الغَائِطَ فَأَمَرَنِيْ أَنْ آتِيَهُ بِثَلاَثَةِ أَحْجاَرٍ فَوَجَدْتُ حَجْرَيْنِ وَالتَمَسْتُ الثَّالِثَ فَلَمْ أَجِدْهُ فَأَخَذْتُ رَوْثَةً فَأَتَيْتُهُ بِهَا فَأَخَذَ الَحَجْرَيْنِ وَأَلْقَى الرَوْثَةَ وَقَالَ هَذَا رَكْسٌ
“Sesungguhnya Nabi shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam mendatangi tempat buang hajat. Maka beliau memerintahkan saya mengambil tiga batu untuknya. Maka saya hanya mendapatkan dua batu dan tidak menemukan yang ketiga. Lalu saya mengambil rautsah, maka beliau mengambil kedua batu tersebut dan melemparkan rautsah dan berkata : “Ini adalah riksun (najis)””.
Rautsah adalah kotoran kuda, keledai dan bigh o l (perkawinan antara kuda dan keledai). Lihat : Lis a nul ‘Arab karya Ibnul Manzh u r 4/206.
Maka yang najis hanyalah rautsah , adapun selain dari itu tidak ada dalil yang shohih menunjukkan najisnya.
Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Imam Syauk a ny dalam Ad-Dar a ry Al-Mudiyyah 1/88.
Adapun untuk kencing selain kencing manusia, tidak ada satu dalil pun yang menunjukkan najisnya. Dan ini adalah pendapat sekelompok ulama yang dikuatkan oleh Ibnul Mundzir, Ibnu Taimiyah, Asy-Syauk a ny dan lain-lainnya.
Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah : “Pendapat yang menganggap hal tersebut (kencing selain manusia) adalah najis merupakan pendapat yang baru, tidak ada pendahulunya dari kalangan para shahabat”.
Lihat : Al-Ausath karya Ibnul Mundzir 2/195-200, As-Sail Al-Jarr a r karya Asy-Syauk a ny 1/31-34, Majm u ‘ Fat a w a 20/613-615, Subulus Sal a m 1/32 dan Syarah Muslim karya Imam Nawawy 3/190.
Kedua : Tinja onta tidak masuk dalam kategori rautsah maka tidak dianggap najis, sebab tidak ada dalil yang menunjukkan najisnya.
Ketiga : Makan daging anjing hukumnya adalah haram, ada dua alasan menunjukkan haramnya :
Ø Anjing terhitung dari As-Sib a ‘ (hewan buas), dan As-Sib a ‘ termasuk hewan yang haram dimakan sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil yang sangat banyak.
Ø Dalam hadits Abu Mas’ u d Al-Ansh o ry riwayat Bukh a ry-Muslim beliau berkata :

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنِ ثَمَنِ الكَلْبِ

“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam melarang dari harga anjing”.
Kalau harganya terlarang, maka dagingnya pun haram. Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa a lihi wa sallam :
إِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْئٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ
“Sesungguhnya Allah kalau mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu maka (Allah) haramkan harganya atas mereka”. Diriwayatkan oleh Asy-Sy a fi’iy dalam Musnad nya no. 269, Ahmad dalam Musnad nya 1/247, 293 dan 322, Abu D a ud no. 3488, Ibnul Mundzir dalam Al-Ausath 2/281, Abu ‘Aw a nah dalam Musnad nya 3/371, Ibnu Hibb a n sebagiamana dalam Al- Ihs a n no. 4938, Ad-D a raquthny 3/7, Al-Baihaqy 6/13 dan 9/353, Ath-Thobar a ny no. 12887, Al- Maqdasy dalam Al Mukht a rah 9/511, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no. 1475, dan Ibnu ‘Abdil Barr dalam At-Tamh i d 9/44 dan 17/402-403 dan sanadnya shohih sebagaimana dalam Tuhfatul Muht a j 2/204.
Lihat : Ad-Dar a ry Al-Mudhiyyah .
an-nashihah. com/index. php?mod=article&cat=konsultasifiqh&article=26 sumber: www. darussalaf. or. id, penulis: Al-Ustadz Dzulqarnain

No comments: