Sunday, May 19, 2013

Curhat Imam AsSyatibi - Ulama Besar pengarang buku tentang Bid'ah



Segala puji bagi Allah pujian yang sangat banyak karena hanya Dia yang memiliki hak untuk itu. Sejak itulah kukuatkan jiwa untuk meniti pada relnya sesuai dengan ukuran yang telah Allah berikan. Aku memulai kajianku pada hal-hal yang berbau ushuluddin (dasar-dasar agama) sebagai pekerjaan dan keyakinan. Kemudian dengan cabang-cabang yang kokoh di atas dasar-dasar tersebut aku mulai bisa membedakan perkara yang Sunnah dan perkara yang bid'ah. Juga jelas bagiku perkara yang dibolehkan dan perkara yang dilarang. Setelah itu, aku mencocokkannya dengan ilmu ushul agama dan fikih, kemudian memaksakan diriku untuk berjalan bersama kelompok yang Rasulullah SAW namakan as-sawad al a’dham (golongan yang besar) dan meninggalkan segala bentuk pembaharuan yang ulama namakan bid'ah serta penyimpangan.
Sedangkan aku ketika itu sudah berada dalam barisan mereka yang sering berkhutbah dan memimpin. Namun ketika aku mulai istiqamah dalam

perjalanan, aku mendapatkan diriku aneh' dan asing diantara masyarakat umum saat itu, karena langkah-langkah mereka sudah banyak dikuasai oleh pamrih dan juga mereka telah dilumuri oleh hal-hal baru serta penambahan-penambahan dalam hal agama. Namun pada masa yang telah lalu hal itu tidak dianggap sebagai bid'ah. Lalu, bagaimana dengan zaman kita sekarang?

Telah banyak diriwayatkan dari salafush-shalih peringatan-peringatan agar tidak terjerumus ke dalam hal itu, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Darda, ia berkata, "Seandainya Rasulullah SAW menemui kalian saat ini, maka beliau tidak akan mendapatkan suatu ajaran yang beliau ajarkan pada zamannya dan zaman para sahabat, kecuali perkara shalat." Al Auza'i berkata, "Bagaimana dengan hari ini?" Isa bin Yunus berkata, "Bagaimana seandainya Al Auza'i tahu hal-hal pada zaman sekarang?"
Diriwayatkan oleh Ummu Darda', ia berkata, "Suatu ketika Abu Darda' masuk rumah dalam keadaan marah, maka aku berkata, 'Apa yang membuatmu marah?' Ia berkata, 'Demi Allah, aku tidak mengetahui sesuatu yang ada pada mereka yang termasuk perkara —yang pernah diajarkan— Muhammad SAW kecuali mereka mengerjakan shalat secara jamaah'."
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik, ia berkata, "Aku tidak mengetahui sesuatu yang ada pada kalian saat ini yang pernah aku alami pada masa Rasulullah SAW selain ucapan kalian, 'Laa ilaaha illallaah (tiada tuhan selain Allah)'." Kami berkata, "Benarkah wahai Abu Hamzah?" Ia berkata, "Sesungguhnya kalian hanya shalat hingga terbenamnya matahari, apakah itu adalah shalat yang dikerjakan Rasulullah SAW?"
Diriwayatkan oleh Anas, ia berkata, "Seandainya seseorang yang hidup pada zaman orang-orang terdahulu yang berjalan sesuai metode Islam (salafush-shalih) dikirim pada zaman sekarang, maka ia tidak akan mendapatkan apa pun yang datang dari Islam. Ia akan meletakkan tangannya di atas wajahnya, kemudian berkata, 'Kecuali shalat ini.' Setelah itu ia berkata, 'Namun demi Allah! mereka yang hidup dalam kemungkaran dan tidak mengetahui keadaan salafush-shalih akan melihat pelaku bid'ah mengajak orang lain pada ajaran bid'ah seperti yang ia anut. Para pengagung dunia
akan mengajak orang lain kepada dunianya, namun Allah SWT melindunginya dari hal itu dan Allah menjadikan hatinya condong pada pekcrjaan salafush-shalih dan selalu berharap bisa mengikuti jejak salafush-shalih, maka Allah SWT akan memberikan ganjaran yang besar dan akan masuk dalam golongan salafush-shalih.
Diriwayatkan dari Maimun bin Mahran, ia berkata, "Seandainya ada orang yang menyebarkan suatu perkara kepada kalian yang berasal dari salafush-shalih, maka ia tidak mengetahuinya kecuali kiblat ini."
Diriwayatkan dari Sahal bin Malik, dari bapaknya, ia berkata, "Aku tidak mengetahui sesuatu yang saat ini aku tahu dari orang-orang terdahulu kecuali panggilan untuk shalat (adzan)."

Banyak riwayat lainnya yang menunjukkan adanya pembaharuan yang masuk dalam syariat, dan itu terjadi sebelum zaman kita ini, yang semakin bertambah banyak hingga saat ini.
Jika demikian, maka coba kita teliti kembali; mengikuti Sunnah yang resikonya adalah harus bertentangan dengan adat dan kebiasaan masyarakat, berarti harus menjalani apa yang telah dijalani oleh orang-orang yang menyelisihi pedoman-pedoman adat, apalagi jika para pelaku (adat) meyakini bahwa hal-hal yang mereka lakukan adalah Sunnah. Itu sama halnya dengan memikul beban yang berat tapi menghasilkan ganjaran yang besar. Atau mengikuti pelaku bid'ah, yang resikonya adalah menyalahi Sunnah dan salafush-shalih. Jika demikian, berarti masuk dalam kategori golongan sesat.

Namun dalam hal ini aku termasuk orang yang menyesuaikan dengan adat dan termasuk dalam jajaran orang-orang yang cenderung menyatukan dan bukan termasuk dalam jajaran orang-orang yang menyimpang. Menurutku, binasa karena menjalankan Sunnah adalah keselamatan, karena manusia tidak akan membutuhkanku melebihi kebutuhan mereka terhadap Allah SWT. Oleh karena itu, dalam beberapa hal aku mengambil keputusan secara berkala, walaupun setelah itu bencana besar datang kepadaku; berbagai cacian, tuduhan, serta teguran datang bertubi-tubi. Setelah itu aku dinisbatkan sehingga pelaku bid'ah dan kesesatan serta diperlakukan seperti orang bodoh.
Seandainya aku mengambil jalan yang menyimpang sebagai jalan keluar, maka aku pasti akan menemukannya. Akan tetapi sempitnya waktu dan jauhnya orang-orang yang cerdas membuatku berada dalam kondisi yang sulit dan berat untuk menerima. Yaitu ungkapan yang mengisyaratkan bahwa mengikuti sesuatu yang belum jelas (syubhat) untuk disesuaikan dengan adat nharus bersebelahan dengan salafush-shalih.

6.
Bisa jadi mereka akan bersatu dalam mencaci maki dan menjelek-jelekkan semua hal yang akan kupaparkan dengan sesuatu yang menyedihkan hati. Atau mereka membawa Sunnah kepada sebagian kelompok yang telah keluar dari Sunnah sebagai saksi yang akan ditulis dan dipertanggungjawabkan pada Hari Pembalasan.
Terkadang mereka menisbatkan bahwa doa tidak akan berfaidah bila dilakukan dengan cara seperti yang dilazimkan oleh sebagian orang, karena aku tidak perah melazimkan berdoa secara jamaah pada setiap akhir shalat ketika aku menjadi imam. Untuk pembahasan ini akan dijelaskan pada pembicaraan tentang penyimpangan ajaran Sunnah dan salafush-shalih serta para ulama.
Terkadang mereka juga mengatakan bahwa aku termasuk orang yang menolak dan membenci para sahabat Nabi RA karena aku tidak menyebutkan khulafaurrasyidin secara khusus dalam khutbahku seperti yang mereka lakukan. Sebab hal itu memang tidak pernah dilakukan oleh para salafush-shalih pada khutbah mereka, begitu juga para ulama besar.
Asbagh pernah ditanya tentang doa untuk khulafaurrasyidin, lalu ia menjawab, "Itu adalah bid'ah dan tidak patut untuk dikerjakan. Yang terbaik adalah berdoa untuk orang Islam secara menyeluruh."

Asbagh juga pernah ditanya, "Bagaimana tentang doa untuk para pahlawan perang dan para penjaga di perbatasan?" Ia berkata, "Aku tidak mengira ada hal yang buruk untuk dilakukan sesuai kepentingan, namun untuk sesuatu yang dijadikan ketetapan dalam khutbah, aku sangat membencinya."

No comments: