Friday, December 6, 2013

fikih thoharoh : Najis & Cara Penyuciannya

Najis & Cara Penyuciannya

January 24th 2010 by Abu Muawiah | Kirim via Email
09 Shafar
Najis & Cara Penyuciannya
Dari Abu Hurairah t dia berkata: Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا وَطِئَ أَحَدُكُمْ بِنَعْلِهِ الْأَذَى فَإِنَّ التُّرَابَ لَهُ طَهُورٌ
"Apabila salah seorang di antara kalian menginjak kotoran dengan sandalnya, maka tanah dapat menjadi penyuci baginya". (HR. ِAbu Daud no. 389 dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' no. 833)
Dari Anas bin Malik t dia berkata:
جَاءَ أَعْرَابِيٌّ فَبَالَ فِي طَائِفَةِ الْمَسْجِدِ فَزَجَرَهُ النَّاسُ فَنَهَاهُمْ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا قَضَى بَوْلَهُ أَمَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذَنُوبٍ مِنْ مَاءٍ فَأُهْرِيقَ عَلَيْهِ
"Seorang Arab badui datang lalu kencing di sudut masjid, maka orang-orang pun menghardiknya, tetapi Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- melarang mereka. Setelah orang itu selesai dari kencingnya, Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- minta diambilkan setimba besar air lalu beliau menyiramkannya pada kencingnya." (HR. Al-Bukhari no. 221 dan Muslim no. 285)
Dari Abu As-Samah t dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ
"Air kencing bayi perempuan dicuci, sedangkan air kencing bayi laki-laki cukup disiram." (HR. Abu Daud no. 376, An-Nasai no. 302 dan Ibnu Majah no. 519)
Maksud 'disiram' adalah dituangkan air padanya tapi air yang dituangkan tidak sampai mengalir dan menetes dari pakaian, jadi bukan sekedar dipercikkan sebagaimana yang disangka sebagian orang.
Dari Abu Hurairah t dia berkata: Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- bersabda:
طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولَاهُنَّ بِالتُّرَابِ
"Sucinya bejana kalian apabila dia dijilat oleh anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, cucian yang pertama dicampur dengan tanah." (HR. Al-Bukhari no. 172 dan Muslim no. 279)
Dari Ali bin Abi Thalib t dia berkata:,
كُنْتُ رَجُلًا مَذَّاءً وَكُنْتُ أَسْتَحْيِي أَنْ أَسْأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِمَكَانِ ابْنَتِهِ فَأَمَرْتُ الْمِقْدَادَ بْنَ الْأَسْوَدِ فَسَأَلَهُ فَقَالَ يَغْسِلُ ذَكَرَهُ وَيَتَوَضَّأُ
"Aku adalah lelaki yang sering keluar madzi, tetapi aku malu untuk bertanya Nabi -shallallahu'alaihiwasallam- karena puteri beliau adalah istriku. Maka aku menyuruh Al-Miqdad bin Al-Aswad supaya bertanya beliau, maka beliau menjawab, "Hendaklah dia mencuci kemaluannya dan berwudhu." (HR. Al-Bukhari no. 269 dan Muslim no. 303)




 
Penjelasan ringkas:
Najis adalah semua benda yang dihukumi kotor oleh syariat, dan dia ada tiga jenis:
1.    Najis maknawiah, misalnya kekafiran. Karenanya Allah berfirman, "Orang-orang musyrik itu adalah najis," yakni bukan tubuhnya yang najis akan tetapi kekafirannya.
2.    Najis ainiah, yaitu semua benda yang asalnya adalah najis. Misalnya: Kotoran dan kencing manusia dan seterusnya.
3.    Najis hukmiah, yaitu benda yang asalnya suci tapi menjadi najis karena dia terkena najis. Misalnya: Sandal yang terkena kotoran manusia, baju yang terkena haid atau kencing bayi, dan seterusnya.
Selengkapnya baca di sini: http://al-atsariyyah.com/?p=1608 dan di sini: http://al-atsariyyah.com/?p=346
Secara umum pembahasan najis di kalangan ulama terbagi menjadi dua:
1.    Yang merupakan najis berdasarkan kesepakatan ulama.
2.    Yang diperselisihkan apakah dia najis atau bukan.
A.    Adapun yang merupakan najis berdasarkan kesepakatan ulama adalah:
1.    Tinja manusia.
2.    Kencing manusia, baik dewasa maupun anak-anak, baik yang masih mengonsumsi ASI maupun yang sudah mengonsumsi selainnya. Baca keterangannya di sini: http://al-atsariyyah.com/?p=1619 dan juga di sini: http://al-atsariyyah.com/?p=893
3.    Madzi dan wadi. Baca keterangannya di sini: http://al-atsariyyah.com/?p=1583
4.    Darah haid dan nifas.
5.    Semua bangkai kecuali empat: Bangkai manusia, bangkai hewan air, bangkai belalang, dan bangkai hewan yang darahnya tidak mengalir.
6.    Rautsah (tinja kuda, keledai, dan baghal)
B.    Adapun yang diperselisihkan oleh para ulama di antaranya:
1.    Mani.
2.    Darah selain haid dan nifas.
3.    Liur dan tubuh anjing.
4.    Tinja dan kencing hewan yang boleh dimakan.
5.    Tinja dan kencing hewan yang haram dimakan.
6.    Tubuh orang kafir.
7.    Khamar
8.    Babi.
Insya Allah pembahasan mengenai kedelapan perkara ini dan selainnya akan kami bahas peda tempatnya tersendiri. Yassarallah.
Adapun cara membersihkannya maka asalnya semua najis hanya syah dibersihkan dengan menggunakan air karena air merupakan asal dalam alat bersuci, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits-hadits di atas. Kecuali jika ada dalil yang menunjukkan bolehnya menyucikan najis dengan selain air, maka ketika itu kita katakan boleh menyucikan najis dengan selainnya. Seperti yang ditunjukkan dalam hadits Abu Hurairah di atas dimana Nabi -alaihishshalatu wassalam- menyatakan bahwa tanah bisa menyucikan sandal yang menghinjak tinja manusia, maka kita katakan dalam keadaan seperti ini syah membersihkan sandal dengan tanah, walaupun tetap lebih utama menyucikannya dengan air.
Juga asal dalam penyucian najis adalah dicuci sampai hilang zat najisnya, berapapun jumlah cucian yang dibutuhkan. Jika najis sudah hilang dengan sekali siraman maka itu zat itu kembali suci dan tidak perlu dituangkan air berulang kali. Karenanya pendapat yang paling kuat dalam masalah liur anjing adalah dia bukanlah najis. Karena tatkala bejana diperintahkan untuk dicuci sebanyak 7 kali bahkan salah satunya harus dengan tanah, maka ini menunjukkan perintah mencuci di sini adalah ta'abbudi (murni penghambaan) dan bukan karena bejana tersebut menjadi najis. Karena seandainya karena najis maka sudah syah mencuci bejana kurang dari 7 kali selama liurnya sudah hilang, sementara para ulama yang menyatakan najisnya liur anjing tidak menyatakan syahnya cucian dibawah 7 kali. Maksud dari ta'abbudi adalah tidak diketahui apa hikmah dari cucian tersebut Sama seperti kita diperintah untuk mencuci tangan ketika berwudhu, kita tidak tahu kenapa tangan yang dicuci, apa alasannya, dan kenapa maksimal 3 kali, akan tetapi yang jelas kita diperintahkan untuk mencuci tangan bukan karena tangan kita najis. Wallahu a'lam


Mengusap Sepatu (khuf), Sandal (na'l), dan Kaos Kaki (jaurab) Dalam Wudhu khufmengusap sepatu

25 Shafar
Mengusap Sepatu (khuf), Sandal (na'l), & Kaos Kaki (jaurab) Dalam Wudhu
Dari Al-Mughirah bin Syu'bah -radhialahu anhu- dia berkata:
كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فِي مَسِيرٍ فَقَالَ لِي أَمَعَكَ مَاءٌ قُلْتُ نَعَمْ فَنَزَلَ عَنْ رَاحِلَتِهِ فَمَشَى حَتَّى تَوَارَى فِي سَوَادِ اللَّيْلِ ثُمَّ جَاءَ فَأَفْرَغْتُ عَلَيْهِ مِنْ الْإِدَاوَةِ فَغَسَلَ وَجْهَهُ وَعَلَيْهِ جُبَّةٌ مِنْ صُوفٍ فَلَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُخْرِجَ ذِرَاعَيْهِ مِنْهَا حَتَّى أَخْرَجَهُمَا مِنْ أَسْفَلِ الْجُبَّةِ فَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ ثُمَّ أَهْوَيْتُ لِأَنْزِعَ خُفَّيْهِ فَقَالَ دَعْهُمَا فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ وَمَسَحَ عَلَيْهِمَا
"Saya pernah bersama Nabi -shallallahu 'alaihi wasallam- pada suatu malam dlm perjalanan, maka beliau bersabda kepadaku, "Apakah kamu memiliki air?" Aku menjawab, "Ya." Lalu beliau turun dari kendaraannya, lalu berjalan hingga tersembunyi dlm gelapnya malam (untuk buang air besar). Kemudian beliau datang kembali, lalu aku menuangkan air dari geriba untuknya, beliau pun mencuci mukanya. Karena memakai jubah wol yang kedua lengannya sempit, maka beliau pun merasa kesusahan utk mengelurkan kedua tangannya, beliau lalu mengeluarkannya lewat bawah jubahnya. Lalu beliau mencuci kedua lengannya & mengusap kepalanya. Kemudian aku jongkok utk melepas kedua khufnya, maka beliau bersabda, "Biarkanlah keduanya, karena aku memasukkan kedua kakiku padanya dlm keadaan suci." Maka beliaupun hanya mengusap bagian atas dari kedua khufnya." (HR. Al-Bukhari no. 206 & Muslim no. 274)
Dari Shafwan bin 'Assal -radhiallahu anhu- dia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفَرًا أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيهِنَّ إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ وَبَوْلٍ وَنَوْمٍ
"Jika kami sedang bepergian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar kami tak membuka sepatu-sepatu kami selama tiga hari tiga malam kecuali ketika kami junub. Dan tetap boleh utk mengusap sepatu karena buang air besar, buang air kecil, & tidur." (HR. At-Tirmizi no. 96, An-nasai no. 127, Ibnu majah no. 471 & dinyatakan hasan oleh Al-Albani dlm Al-Irwa` no. 104)
Dari Ali bin Abi Thalib -radhiallahu anhu- dia berkata:
جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهُنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ
"Rasulullah -shallallahu 'alaihi wasallam- telah menjadikan waktu tiga hari tiga malam bagi musafir (untuk mengusap khuf) & sehari semalam bagi orang yang menetap (muqim)." (HR. Muslim no. 276)
Pembahasan Fiqhiah:
Termasuk dari kemudahan syariat Islam adalah adanya syariat mengusap khuf & na'l sebagai pengganti dari mencuci kedua kaki. Dan sunnah ini merupakan sesuatu yang sudah sangat masyhur, sampai-sampai para ulama menyatakan bahwa hadits-hadits tentang syariat mengusap di atas khuf adalah mutawatir maknawi, yang diriwayatkan oleh sekitar 70 orang sahabat.
Khuf (sepatu) yang dimaksud di sini adalah: Semua sepatu yang tingginya menutupi  mata kaki, baik dia terbuat dari kulit maupun selainnya.
Sementara sandal yang dimaksudkan di sini adalah sandal yang tak bisa dilepas kecuali dgn bantuan tangan atau kaki yang lainnya. Sehingga termasuk di dalamnya sandal sepatu yang tak menutupi mata kaki, tapi tak termasuk darinya sandal jepit & semacamnya yang mudah dibuka tanpa bantuan tangan & kaki yang lainnya.
Adapun khuf atau na'l yang sobek, maka Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata dlm Al-Ikhtiyarat hal. 13, "Boleh mengusap khuf yang sobek selama dia masih bisa dinamakan khuf & masih bisa dipakai berjalan." Ini merupakan pendapat lama Asy-Syafi'i,Ats-Tsauri, Ishaq, Yazid bin Harun, Abu Tsaur, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dlm Al-Muhalla (2/100) & yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin -rahimahullah-.
Adapun mengusap kaos kaki, maka Imam Ibnul Mundzir telah menukil pembolehan mengusap di atasnya dari 9 orang sahabat, sebagaimana yang dikatakan oleh An-Nawawi. Kemudian An-Nawawi berkata, "Para sahabat kami (dari mazhab Asy-Syafi'iyah) membawakan pendapat Umar & Ali -radhiallahu anhuma- bahwa keduanya membolehkan mengusap di atas kaos kaki walaupun kaosnya tipis. Mereka juga membawakan pendapat dari Abu Yusuf, Muhammad, Ishaq, Daud, & ini yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin -rahimahullah-.
Yang dimaksud dgn mengusap khuf/na'l adalah: Jika seseorang berwudhu, maka ketika sampai pada bagian kakinya, dia tak perlu melepas khuf/na'l akan tetapi cukup dia usap sebagian sisi (tidak perlu semua sisi) khufnya & itu sudah menggantikan mencuci kaki.
Untuk keabsahan mengusap pada khuf, para ulama menyebutkan ada dua syarat:
1.    Khuf/na'l/jaurab harus dlm keadaan suci, tak ada najis yang melekat padanya.
2.    Kedua kaki harus dlm keadaan suci (telah berwudhu) sebelum mengenakan khuf.
Lama bolehnya mengusap adalah: Sehari semalam bagi yang muqim & tiga hari tiga malam bagi yang safar, berdasarkan pendapat mayoritas sahabat , tabi'in, & para ulama setelah mereka. Adapun awal perhitungannya dimulai sejak dia mengusap pertama kali setelah berhadats, & ini merupakan pendapat Al-Auzai, Abu Tsaur, salah satu riwayat dari Ahmad, & Daud Azh-Zhahiri. Ini merupakan pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mundzir & beliau membawakan pendapat semacam ini dari Umar bin Al-Khaththab t., & yang dikuatkan oleh Imam An-Nawawi & Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin -rahimahumallah-.
Contoh kasus:
Seseorang memakai khuf/na'l/jaurab jam 8 pagi hari senin, lalu pada jam 10 siang dia berwudhu, & pada jam 12 dia berhadats sehingga dia berwudhu & dia mengusap di atas khuf pada saat itu.
Pertanyaan:
1.    Apakah dia dibolehkan utk mengusap saat itu?
2.    Jam berapa perhitungan lama mengusap dimulai?
3.    Sampai kapan pembolehan mengusap khufnya berakhir?
Jawab:
1.    Boleh dgn syarat khuf/na'l/jaurabnya suci dari najis & dia berwudhu terlebih dahulu sebelum memakai khuf pada jam 8 tadi. Jika dia memakai khufnya dlm keadaan berhadats maka tak boleh mengusap pada khuf.
2.    Awal perhitungan dimulai saat dia pertama kali mengusap, bukan pertama saat pertama kali dia memakai sepatu. Karenanya awal perhitungan waktu mengusap adalah jam 12 siang.
3.    Jika dia seorang yang muqim maka dia boleh mengusap di atas khuf/na'/jaurab sampai jam 12 siang hari selasa besoknya. Dan jika dia musafir maka sampai jam 12 siang hari rabu lusanya.
Mengusap khuf berakhir pembolehannya dgn dua perkara:
1.    Junub, berdasarkan hadits Shafwan di atas.
2.    Waktu mengusapnya sudah habis berdasarkan hadits Ali di atas.
Maksudnya: Jika dia junub atau waktu mengusapnya habis maka dia tetap boleh memakai khufnya akan tetapi kapan dia berwudhu lagi maka dia wajib mencuci kakinya, & setelah dia mencuci kakinya maka dia boleh memakai kembali khufnya & dia kembali dibolehkan utk mengusap khufnya dgn aturan sama seperti sebelumnya.
Masalah:
Jika seseorang mengusap khuf/na'l/jaurab saat berwudhu lalu ketika dia mau shalat dia melepaskan khuf/na'l/jaurab, apakah dia boleh shalat dengannya ataukah wudhunya dianggap batal sehingga harus berwudhu kembali?
Jawab:
Wudhunya tak batal dgn sekedar melepas khuf, karenanya dia masih bisa tetap shalat sampai dia berhadats. Demikian halnya jika waktu mengusapnya sudah habis maka dia tetap bisa shalat dgn menggunakan khufnya sampai dia berhadats selanjutnya. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnul Mundzir & beliau membawakan pendapat ini dari sekelompok tabi'in. Ini juga adalah pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Hazm, An-Nawawi, Ibnu Taimiah, & Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin -rahimahumullah-.
[Pembahasan lain seputar mengusap khuf, bisa dibaca ringkasannya dlm risalah Buhuts wa Fatawa Al-Mash ala Al-Khuffain karya Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin -rahimahullah-]
sumber: www.al-atsariyyah.com tags: Kaos Kaki, Al Mughirah,

No comments: